Senja di tepi pantai


Siang begitu cerah. 
Sang matahari begitu bersemangat memancarkan keceriaannya. Terik, amat terik. 
 
“Serasa menjadi sepotong daging barbeque yang dipanggang di atas bara api. Panas gilaaaa”

Waktu pun melangkah meninggalkan siang. Petang tiba. Semangat pancaran sinar sang matahari di siang tadi membuat sang senja hadir dengan amat cantiknya.

“Saya suka senja.”

Sisa-sisa pancaran sinar matahari. Matahari yang memancarkan sinar kecoklatan. Itulah senja. Itu yang saya suka. Terutama senja yang terlihat di tepi pantai. Ada rasa tersendiri yang tercipta dalam diri ini ketika dari tepi pantai saya dapat melihat matahari yang mulai tenggelam, berjalan masuk ke perut bumi, meninggalkan siang dan menjemput sang malam.

Dan kala itu, aku dapat melihat senja bersamamu.

Sembari menunggu sunset, kita berjalan menyusuri pantai. Bergandengan, berjalan dengan penuh cerita dan tawa. Berjalan hingga ke ujung pantai. Tak terasa, matahari yang awalnya masih terlihat sangat ceria, perlahan mulai menenggelamkan dirinya. 
“Saat yang kusuka tiba. SENJA.”

Senja kali ini begitu spesial. Begitu istimewa. Tak hanya karena aku melihatnya dari tepi pantai, tapi juga karena aku bisa menikmati indahnya senja bersamamu. Adakah yang lebih indah dari ini? Hmm...

Dermaga. Dermaga yang tersusun oleh tumpukan batu pantai. Itulah yang menjadi tempat kita menyaksikan keindahan senja. Senja di kala itu terlihat begitu indah, seindah aku memandang dirimu. Bercerita tentangmu, juga tentangku. Aku menatapmu. Kamu menatapku. Saling bertatapan, itulah kita. Tatapan itu menemani kita melihat sang senja yang begitu indah dan amat cantik. Mengiringi kepergian matahari, untuk menyambut sang malam.

up