Bulan dan Bintang

Petang, fase sebelum malam. Fase yang kusukai. Fase yang kusenangi. Fase sebelum aku bertemu malam. Malam yang selalu kutunggu.
Saat dimana bintang dan bulan saling bercumbu, itulah malam. Aku suka melihat keakraban antara bulan dan bintang. Aku iri dengan mereka. Aku iri melihat kedekatan mereka. Aku iri melihat bulan yang selalu bermesraan bersama bintang.

Bintang yang selalu setia menemani bulan, begitupun sebaliknya. Itulah mengapa aku menyukai malam.

Andai aku dan kamu seperti bintang dan bulan. Kau bulan. Aku bintang. Bintang yang setia menemani bulan. Berdua. Bersama. Memberi keindahan di tengah gelapnya malam.

Tapi malam ini berbeda. Hujan yang membedakannya. Hujan yang turun malam ini membuatku tak bisa melihat kemesraan bulan dan bintang. “Di mana bulan? Di mana bintang? Hey hujan, apa kau menyembunyikan mereka?”, tanyaku. Tak kutemukan keriangan bulan dan bintang malam ini, yang ada hanyalah hujan.

Sama seperti aku. Aku yang tak lagi bersama bulan. Aku yang kehilangan bulan. Aku yang tak lagi memiliki bulan. Hujan memisahkan kita. Hujan yang diiringi badai dan ditemani angin kencang. Menciptakan sekat antara aku dan kamu. Antara bintang dan juga bulan.

Ternyata kemesraan bulan dan bintang tak abadi. Bintang terpisah dari bulan. Bulan entah kemana. Bulan pergi, menyisakan keindahan cahayanya di sekitar bintang. Ya, memang tak ada yang abadi. Termasuk kemesraan bulan dan bintang, juga tak abadi. Namun satu hal, kecintaan bintang terhadap bulan, itulah yang abadi. Sama seperti cintaku untukmu, bulanku.

up