Hujan

Pernahkah terpikir olehmu berapa jumlah tetesan air hujan? Itulah yang saat ini aku alami.

Pagi ini hujan turun. Hujan yang tak seperti biasanya. Hujan kali ini begitu deras. Awan merasakan kesedihan yang begitu mendalam, memendam begitu lama, tak kuat, dan akhirnya air mata sang awan pun tumpah ruah. Begitu derasnya.

Aku mengintip dari balik jendela kamar mungilku. Melihat kesedihan awan dari tetesan hujan. Aku bisa merasakan itu, karena akupun demikian. Deras hujan seakan mewakiliku. Tak hanya mewakili kesedihanku, tapi juga kecintaanku. “Kau sama denganku”, kataku terhadap awan.


“Awan, hujanmu itu airmataku.”
Kesedihan menghampiriku saat ini. “Sama seperti kamu, awan.” Ternyata aku tidak sendiri, ada awan yang sama denganku. Kami dilanda kesedihan.

Andai saja tetesan hujan dapat dihitung. Tapi siapa yang mau menghitung hujan? Hanya orang bodoh yang melakukan itu.

Kita takkan pernah tahu dengan pasti berapa tetesan hujan yang awan tumpahkan. Namun satu hal yang pasti, ketika kau pergi, kesedihanku sebanyak hujan.

“Dear hujan, kalau kau baik, tolong sampaikan salamku padanya”, bisikku.

Kau bisa lihat betapa sedihnya aku? Begitu berat melepasmu. Lihatlah keluar. Lihatlah derasnya hujan. Begitulah aku mencintaimu.

up