Goodbye 2010, Welcome 2011

"Life is like riding a bicycle. To keep your balance, you must keep moving." - Albert Einstein


Detik berganti menit. 
Menit berganti jam. 
Jam berganti hari. 
Hari berganti minggu. 
Minggu berganti bulan. 
Bulan berganti tahun. 
Tahun berganti abad.


Nggak kerasa, kita sudah berada di penghujung tahun 2010. Nggak sampai 24 jam lagi, kita akan beranjak meninggalkan tahun 2010 dan melangkah pada tahun 2011. Tahun yang baru. Tahun yang akan kita sambut dengan semangat baru, dan juga harapan yang baru tentunya.
Hmm.. Begitu banyak hal yang telah kita alami 2010 kemarin. 
Aku, kamu, dia, dan kita semua tentunya punya cerita masing-masing. Cerita yang berbeda. Cerita yang penuh warna. Cerita yang kini menjadi kenangan dalam lembaran hidup kita. Sama sepertiku.

2010. Senang, sedih, kecewa, kesal, amarah, gembira, semua jadi bagian dari tahun itu. Pernah denger jargon ‘manis asam asin, ramai rasanya’ nggak? Yep, jargon dari salah satu produsen permen ini mungkin tepat untuk menggambarkan semua yang terjadi di 2010 kemarin, khususnya bagi saya. Semua memang datang silih berganti. Yang awalnya saya merasakan kesenangan, kegembiraan, keriangan, dan keceriaan, tiba-tiba semua terbalik. Saya pun merasakan kekesalan, kekecewaan, kesedihan, dan bahkan saya sempat merasa rapuh. Menemukan dan juga kehilangan di tahun yang sama.  Emang bener apa yang dikatakan Charly ‘ST12’ dalam lagunya, 'dunia pasti berputar'.  
Life is like a wheel. Nggak selamanya kita di atas, nggak selamanya kita ada dalam area yang senang, riang, dan gembira. Ada kalanya kita berada di posisi bawah, posisi yang mungkin tidak kita inginkan. Posisi dimana kita ngerasa down, sedih, bahkan rapuh.


Seperti kata pepatah di atas, 'Life is like riding a bicycle. To keep your balance, you must keep moving'. Agar kehidupan kita seimbang, jangan stay dan hanya terpaku pada masa lalu. Karena kita akan jatuh bila tetap diam, sama seperti ketika kita diam dan tidak melakukan pergerakan saat mengendarai sepeda.

Well, apapun yang sudah terjadi di tahun 2010, itu sudah berlalu. 2010 is all over and done with now. Up and down yang di alami di 2010 kemarin jadikan sebagai pelajaran yang berharga. Kini yang perlu dipikirkan adalah apa yang akan dijalani selanjutnya, di tahun yang baru yang akan segera ditapaki, 2011. Bukan memikirkan sih, mungkin lebih tepatnya adalah mensyukuri apa yang Tuhan anugerahkan dan ikhlas dalam menjalani kehidupan, karena memikirkan apa yang terjadi itu adalah hal yang memusingkan, bahkan dapat pula menakutkan. 
Saya ingin melakukan dan mengerjakan sesuatu di hidup saya hanya dengan satu alasan, untuk Tuhan.

Kalau ditanya tentang resolusi di tahun 2011, mungkin jawabannya simple aja, just wanna be a human that better then before. Karena menurut saya, percuma saja kalau saya menargetkan impian, kemudian tercapai, lantas saya tidak menjadi pribadi yang baik kedepannya sebagai impact dari apa yang telah saya dapat dan impikan. Akan jauh lebih baik bila impian saya dapat tercapai beriringan dengan proses pembelajaran saya menjadi manusia yang lebih baik. 
Saya ingin menjadi seseorang yang berguna, bermanfaat, dan dapat memberi kebahagiaan bagi semua orang, terutama bagi sekitarku.


And over all, I just wanna say, HAPPY NEW YEAR.. :D




Walau Tak Juara, Kami Menang

“Pemenang sejati memiliki mental tuk mengakui kemenangan orang lain. Karena menang adalah sikap bukan keadaan.”


Sing: Garuda di dadaku.. Garuda kebanggaanku.. Ku yakin lain hari pasti menang..
(Lagu ‘Garuda di Dadaku’ nya Netral yang sedikit saya ubah liriknya. Hihi)

Kalian semua pasti udah menyaksikan pertandingan final AFF leg 2 kemarin malam. Dan kalian juga tentunya udah tahu berapa skor yang diperoleh Indonesia bukan? Yep, Indonesia menang dengan skor 2 – 1 atas Malaysia. Tapi ternyata keunggulan skor itu belum dapat mengantarkan Timnas kita mengangkat piala AFF. Skor agregat 4 – 2 bagi Malaysia ini membuat piala AFF diserahkan pada timnas mereka.

Kecewa? Nggak usah ditanya deh, bukan hanya saya, mungkin seluruh masyarakat Indonesia mengalami kekecewaan yang teramat sangat (oke, ini lebay). Bagi saya pribadi, kekecewaanku bukan hanya karena timnas belum berkesempatan mengangkat piala AFF yang selama ini diimpi-impikan untuk dapat diraih (bayangin aja, timnas kita selalu masuk final, tapi belum pernah jadi juara satu), tapi saya kecewa karena melihat timnas Malaysia mengangkat piala itu di kandang Indonesia (rasanya nyesek banget).

Tapi mau gimana lagi, itulah kenyataannya. Kenyataan bahwa Malaysia-lah yang menjuarai AFF tahun ini. Walau berat bagi seluruh pemain timnas, para supporter, dan terlebih seluruh rakyat Indonesia, tapi kita semua harus berjiwa besar. Kekalahan adalah kemenangan yang tertunda, kawan.
Kalian sadar nggak? Kita ini pemenang yang sesungguhnya. Kita menang atas sportivitas para pemain di lapangan, kita menang atas sportivitas dalam permainan, kita menang atas sportivitas para supporter, kita menang atas persatuan (bola mempersatukan kita dari berbagai lapisan, daerah dari Sabang sampai Merauke, usia dari yang anak-anak sampai yang udah berumur, gender cewek cowok, salut deh), kita menang atas ke-bhineka-tunggal-ika-an kita, kita menang atas rasa nasionalisme kita, kita-lah pemenang yang sesungguhnya. Kita bisa mengakui kemenangan lawan, itulah pemenang sejati, sama seperti kata pepatah di atas.

Timnas kita telah berusaha dan berjuang sekuat tenaga mereka untuk meraih piala AFF demi kita, demi membanggakan kita rakyat Indonesia, kami bangga akan itu. Tapi kembali lagi, manusia hanya bisa berencana dan berusaha, untuk hasil, Tuhan-lah yang menentukan. Walaupun kita belum meraih gelar juara, dan belum berkesempatan mengangkat piala AFF itu tahun ini, tapi yakinlah bahwa masih ada kesempatan lain di hari esok, yang tidak menutup kemungkinan bahwa kita-lah yang akan meraih gelar juara. 
Walau kali ini tak juara, kita tetap menang, guys. Kita adalah pemenang. Kita pemenang sejati. Terima kasih atas perjuangan kalian, timnasku. Kami bangga padamu. Kami bangga, Garudaku.

2 Telinga, 1 Mulut

“Dan memang benar bahwa mendengar itu lebih baik dibandingkan dengan berbicara. Kalau tidak maka Tuhan tidak akan menciptakan manusia dengan dua telinga dan hanya satu mulut.”


Dari 1 – 10, kalau saya bisa bandingkan antara orang yang suka mendengar dengan orang yang suka berbicara mungkin perbandingannya 3 : 7. Yep, kebanyakan manusia yang menghuni bumi ini memang lebih banyak yang pandai berbicara ketimbang menjadi pendengar. Terlalu banyak ingin di dengar, dan tak mau mendengar. Sulit menemukan pendengar yang baik.

Kebayang nggak kalau semua hanya ingin didengar dan tak ingin mendengar? Mungkin dunia ini akan hancur. Itulah mengapa saya ingin menjadi pendengar. Mungkin saya belum bisa menjadi pendengar yang baik, tapi saya akan berusaha untuk itu. Jadilah pendengar yang baik, guys..

The Rainbow

Merangkak kujauhi problematika
Perlahan kuberlari
Menuju tempat sepi
Tempat tak berpenghuni

Engah nafas mengiringi
Langkah kaki terhenti

Mataku terbelalak
Lidahku terlilit
Hatiku berkecamuk
Badai mengamuk
Ya, aku takut

Seketika semua terhenti

Kutatap samudera di atas awan
Terperangah mengintip keindahan

Look at there,
It's the Rainbow..

Suara Kami untuk Sang Garuda

Barusan saya membaca postingan blog Bonjour, la belle vie.. Postingan ini tentang sebuah surat dari salah seorang pengolah kata yang ditujukan untuk para pemain Timnas. Postingan ini sukses mengubah pandangan saya tentang kemenangan Tim Garuda. 
Jujur, awalnya saya sempat kecewa dengan kekalahan Timnas di Stadion Bukit Jalil kemarin. Saya menganggap para pemain tidak bermain dengan maksimal. Padahal saya tahu apa? Saya tidak tahu bagaimana sesungguhnya keseriusan mereka ketika berlatih. Saya juga tidak tahu kan bagaimana mereka mengupayakan seluruh tenaga mereka untuk meraih kemenangan demi membanggakan Indonesia. Tidak seharusnya saya kecewa. Mereka sudah melakukan yang terbaik. Inilah pertandingan, ada menang, ada kalah. Kita harus belajar dewasa menyikapi kemenangan, juga kekalahan.



Surat Untuk Firman

Kawan, kita sebaya. Hanya bulan yang membedakan usia. Kita tumbuh di tengah sebuah generasi dimana tawa bersama itu sangat langka. Kaki kita menapaki jalan panjang dengan langkah payah menyeret sejuta beban yang seringkali bukan urusan kita. Kita disibukkan dengan beragam masalah yang sialnya juga bukan urusan kita. Kita adalah anak-anak muda yang dipaksa tua oleh televisi yang tiada henti mengabarkan kebencian. 
Sementara adik-adik kita tidak tumbuh sebagaimana mestinya, narkoba politik uang membunuh nurani mereka. Orang tua, pendahulu kita dan mereka yang memegang tampuk kekuasaan adalah generasi gagal. Suatu generasi yang hidup dalam bayang-bayang rencana yang mereka khianati sendiri. 

Kawan, akankah kita berhenti lantas mengorbankan diri kita untuk menjadi seperti mereka?

Di negeri permai ini, cinta hanyalah kata-kata sementara benci menjadi kenyataan. 
Kita tidak pernah mencintai apapun yang kita lakukan, kita hanya ingin mendapatkan hasilnya dengan cepat. Kita tidak mensyukuri berkah yang kita dapatkan, kita hanya ingin menghabiskannya. 
Kita enggan berbagi kebahagiaan, sebab kemalangan orang lain adalah sumber utama kebahagiaan kita. 

Kawan, inilah kenyataan memilukan yang kita hadapi, karena kita hidup tanpa cinta maka bahagia bersama menjadi langka. Bayangkan adik-adik kita, lupakan mereka yang tua, bagaimana mereka bisa tumbuh dalam keadaan demikian. 
Kawan, cinta adalah persoalan kegemaran. Cinta juga masalah prinsip. Bila kau mencintai sesuatu maka kau tidak akan peduli dengan yang lainnya. Tidak kepada poster dan umbul-umbul, tidak kepada para kriminal yang suka mencuci muka apalagi kepada kuli kamera yang menimbulkan kolera. Cinta adalah kesungguhan yang tidak dibatasi oleh menang dan kalah.

Hari-hari belakangan ini keadaan tampak semakin tidak menentu. Keramaian puluhan ribu orang antre tidak mendapatkan tiket. Jutaan orang lantang bersuara demi sepakbola. Segelintir elit menyiapkan rencana jahat untuk menghancurkan kegembiraan rakyat. 
Kakimu, kawan, telah memberi makna solidaritas. 
Gocekanmu kawan, telah mengundang tarian massal tanpa saweran. 
Terobosanmu, kawan, menghidupkan harapan kepada adik-adik kita bahwa masa depan itu masih ada. 
Tendanganmu kawan, membuat orang-orang percaya bahwa kata “bisa” belum punah dari kehidupan kita. 

Tetapi inilah buruknya hidup di tengah bangsa yang frustasi, semua beban diletakkan ke pundakmu. Seragammu hendak digunakan untuk mencuci dosa politik. Kegembiraanmu hendak dipunahkan oleh iming-iming bonus dan hadiah. Di Bukit Jalil kemarin, ada yang mengatakan kau terkapar, tetapi aku percaya kau tengah belajar. Di Senayan esok, mereka bilang kau akan membalas, tetapi aku berharap kau cukup bermain dengan gembira.

Firman Utina, kapten tim nasional sepak bola Indonesia, bermain bola lah dan tidak usah memikirkan apa-apa lagi. Sepak bola tidak ada urusannya dengan garuda di dadamu, sebab simbol hanya akan menggerus kegembiraan. Sepak bola tidak urusannya dengan harga diri bangsa, sebab harga diri tumbuh dari sikap dan bukan harapan. 
Di lapangan kau tidak mewakili siapa-siapa, kau memperjuangkan kegembiraanmu sendiri. 
Di pinggir lapangan, kau tidak perlu menoleh siapa-siapa, kecuali Tuan Riedl yang percaya sepak bola bukan dagangan para pecundang. 

Berlarilah Firman, Okto, Ridwan dan Arif, seolah-olah kalian adalah kanak-kanak yang tidak mengerti urusan orang dewasa. 
Berjibakulah Maman, Hamzah, Zulkifli dan Nasuha seolah-olah kalian mempertahankan kegembiraan yang hendak direnggut lawan. 
Tenanglah Markus, gawang bukan semata-mata persoalan kebobolan tetapi masalah kegembiraan membuyarkan impian lawan. 
Gonzales dan Irvan, bersikaplah layaknya orang asing yang memberikan contoh kepada bangsa yang miskin teladan.

Kawan, aku berbicara tidak mewakili siapa-siapa. Ini hanyalah surat dari seorang pengolah kata kepada seorang penggocek bola. Sejujurnya, kami tidak mengharapkan Piala darimu. Kami hanya menginginkan kegembiraan bersama dimana tawa seorang tukang becak sama bahagianya dengan tawa seorang pemimpin Negara. 

Tidak, kami tidak butuh piala, bermainlah dengan gembira sebagaimana biasanya. Biarkan bola mengalir, menarilah kawan, urusan gol seringkali masalah keberuntungan. 
Esok di Senayan, kabarkan kepada seluruh bangsa bahwa kebahagiaan bukan urusan menang dan kalah. Tetapi kebahagiaan bersumber pada cinta dan solidaritas. Berjuanglah layaknya seorang laki-laki, kawan. Adik-adik kita akan menjadikan kalian teladan!



Well, apapun hasil dari pertandingan esok hari, Garuda akan tetap di dadaku, kamu, dan kita.. :D

Titip Rindu

Tak henti bayangmu menari di otakku
Adakah yang lain?
Kurasa tidak


Terbawa ke alam mimpi
Tiada ucap kau menghampiri
Terbuai angan, kalbu tersayat
Hanya namamu yang terhembus


Sadarku tiba
Angin malam menyambutku


Angin, kutitipkan rinduku padamu

Garudaku (Takkan Mati)

Riuh lautan manusia
Lautan merah membara


Semangat tertumpah menggelora
Merasuk jiwa, membakar sukma
Terdengar satu nama,
Garuda


Euphoria kemenangan
yang kemarin begitu kami elukan
Masih hangat terasa
Mengiringi tiap hembusan nafas


Suatu ketika
Cahaya hijau pembawa malapetaka
Dengan perlahan, membunuh semangat
Merenggut senyum tak bersisa


Di tengah kecaman
Kau terhanyut dalam buaian angka tak berhormat
Kau bangga?
Hiyyeekk, Menjijikkan !


Ecamkan ini,
Harapan setia kami gantungkan
Garudaku tetap di hati
Ia takkan mati

Phlegmatic (Plegmatik)

Barusan saya searching di Google tentang sifat dasar ataupun ripe manusia. Dan akhirnya ketemu salah satu blog yang menurut saya punya postingan yang bagus tentang itu. Di blog tersebut dibahas mengenai 4 Tipe Manusia (Sanguin, Kolerik, Melankolik, dan Plegmatik). Cukup detail dan dibahas dengan apik.Untuk mengetahui tergolong dalam tipe manakah kamu, silahkan kunjungi blog tersebut, karena yang saya tampilkan di blog saya ini hanyalah tipe Plegmatik.. :D
Berikut kutipan tentang tipe Plegmatik:


Tipe Plegmatik


"Tipe Plegmatik merupakan orang yang tertutup yang sangat diam, tidak menuntut kalem dan lambat. Mereka tidak pernah menjadi gelisah membuat malu diri mereka sendiri dengan meminta maaf untuk segala sesuatu yang telah mereka katakana. Mereka jarang mengeluarkan ide-ide atau perasaan jika mereka tidak yakin mereka tidak akan melukai atau menyakiti orang lain. Orang plegmatik merupakan orang yang sangat baik dengan sifat yang bahagia dan menyenangkan. Banyak yang dari mereka sangat lucu karena mereka mempunyai daya humor. Mereka dilahirkan dengan bakat diplomat dan pembawa damai, mereka dicintai oleh anak-anak. Orang-orang Plegmatik merupakan teman yang menyenangkan dan tidak menakutkan, dua dari kelemahan mereka yang utama adalah rasa takut dan egois, walaupun mereka menunjukkan sikap ini dengan sangat diplomatis sehingga bahkan beberapa teman baik mereka tidak mengenal mereka.

Tipe plegmatik adalah orang yang cenderung tenang, dari luar cenderung tidak beremosi, tidak menampakkan perasaan sedih atau senang. Naik turun emosinya itu tidak nampak dengan jelas. Orang ini memang cenderung bisa menguasai dirinya dengan cukup baik, ia intorspektif sekali, memikirkan ke dalam, bisa melihat, menatap dan memikirkan masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya. Kelemahan orang plegmatik adalah ia cenderung mau ambil mudahnya, tidak mau susah, sehingga suka mengambil jalan pintas yang paling mudah dan gampang."



Setelah membaca ini, hmm, sepertinya tipe Plegmatik atau Phlegmatic ini emang gue banget. *LOL*
how about you? What kind of your human's type? 

Sekedar Fatamorgana (Ilusi)

Sang surya geram
Kemarahannya memuncak
Sinarnya membakar tubuh


Gersang menemaniku
Dahaga mengusikku


Merangkak kususuri lautan pasir
Kutemukan titik kesejukkan di ujung sana
Begitu indah
Begitu damai


Coba tuk kudekati
Sekejap hilang tak berjejak


Ternyata
Indahmu sekedar fatamorgana

Diammu (Matiku)

Bola mataku menggelinding
Kau hanya diam


Jiwaku rapuh bagai kayu lapuk
Dan kau hanya diam


Rajutan hatiku kusut
Lagi-lagi kau hanya diam


Bahkan tubuhku bermandikan darah
Kau pun tetap diam

Christmas's Poetry

Malam semakin larut
Nyanyian lonceng mengalun
Teng.. Teng.. Teng..


Mengintip langit dari balik jendela
Benda aneh terbang melintas awan


Gemerincing lonceng tak henti
Memecah keheningan malam


Rusa-rusa berlarian di udara
Melangkah menapaki awan


Di pacu pria berbadan besar
Nuansa merah berjanggut putih


You know what?
It's Christmas

Merry Christmas..

Nggak kerasa, natal udah tiba. Nggak kerasa pula kita sudah berada di penghujung tahun 2010. Yep, tepatnya lima hari lagi, kita akan memasuki tahun yang baru. Well, saya belum ingin bercerita tentang tahun baru, namun lebih ke natal kali ini.

Sama seperti yang biasa keluarga kami lakukan di tiap tahun ketika malam natal, kami pergi ke gereja. Dalam tata ibadah malam natal semalam, ada beberapa kalimat yang menurut saya dapat menginspirasi banyak orang.

“Malam yang gelap bukanlah hal yang menakutkan. Ia justru memperjelas pentingnya kebutuhan terang bagi kita. Biarlah saat ini menjadi kesempatan untuk bersyukur, atas kehadiran-Nya bagi dunia yang gelap karena dosa.”

Yep, dunia ini sudah tua dan memang sudah terlalu penuh dengan dosa. Dosa yang membuat dunia ini menjadi gelap. Amat gelap. Pernah kebayang nggak gimana rasanya menjadi buta? Nggak usah buta deh, ketika rumah kita kena pemadaman lampu bergilir, gimana rasanya? Gelap! Nggak ada satupun yang dapat kita lihat. Ketika kita menyalakan lilin ataupun sumber cahaya lainnya, barulah kita dapat melihat satu per satu apa yang ada di sekeliling kita. Itulah alasan mengapa kita sangat membutuhkan terang. Dan terang itu adalah DIA. Hanya terang-Nya yang dapat menyirnakan kegelapan dunia yang telah dipenuhi dosa. Yep, hanya DIA.

“Dalam DIA ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.”

Bila kita ingin terbebas dari kegelapan dunia ini, dekatkanlah diri kita pada-Nya, Si Pemilik Terang itu. Introspeksi apa yang telah kita lakukan di kehidupan kita sebelumnya. Belajarlah dari kesalahan menuju kehidupan yang lebih baik.

Salah satu firman-Nya berkata : “Jadilah garam dan terang dunia.”

Yep, saya ingin menjadi terang. Saya ingin seperti lilin, yang walaupun kecil, namun mampu menyinari sekelilingnya. Memberi cahaya dalam sebuah kegelapan. Menyirnakan gelap dan memberi terang.



Selamat hari natal 2010 dan selamat menyongsong tahun baru 2011. Semoga damai natal melimpah atas kita.

Happy Christmas for everyone :D

Karena Kita

Beberapa hari belakangan ini, saya sering mendengar lagu ‘Karena Kita’, mulai dari gereja, hingga di salah satu acara televisi. Maybe karena ini suasana natal kali yah (ya iyalah, ini kan Christmas). Sebelumnya saya sudah pernah dengar lagu ini dinyanyikan, tapi karena hari ini natal, jadinya intensitas diputarnya lagu ini meningkat. Well, apapun alasannya, saya udah dibuat jatuh cintrong dengan lagu ini.




Best song? yeah

Hanya satu kata, MERINDING. Pertama kali saya dengar lagu ini, “gila, bulu kuduk gue merinding bho”. Gimana nggak, coba aja kalian denger musiknya. Well, setiap orang memang berbeda, dan mungkin ada yang kurang sependapat kalau saya katakan lagu ini the best. But I think, this is a best song I ever hear (oke, ini lebay), hihi.. :p



Pokoknya two thumbs up deh buat lagu ini. Bukan hanya lagunya yang membuat saya merinding, tapi juga pemilihan kata-kata dalam lagu ini. Lagu yang menceritakan tentang rasa cinta seorang anak terhadap ibunya ini sukses membuat saya jatuh cinta dengan lagu ini.. :D

Cinta, bingung


Tatkala membahagiakan
Cinta itu anugerah
Tatkala menyedihkan










Cinta itu musibah
Tatkala menyakitkan










Cinta itu malapetaka
Dan bagiku








Cinta itu membingungkan

Hujan

Pernahkah terpikir olehmu berapa jumlah tetesan air hujan? Itulah yang saat ini aku alami.

Pagi ini hujan turun. Hujan yang tak seperti biasanya. Hujan kali ini begitu deras. Awan merasakan kesedihan yang begitu mendalam, memendam begitu lama, tak kuat, dan akhirnya air mata sang awan pun tumpah ruah. Begitu derasnya.

Aku mengintip dari balik jendela kamar mungilku. Melihat kesedihan awan dari tetesan hujan. Aku bisa merasakan itu, karena akupun demikian. Deras hujan seakan mewakiliku. Tak hanya mewakili kesedihanku, tapi juga kecintaanku. “Kau sama denganku”, kataku terhadap awan.


“Awan, hujanmu itu airmataku.”
Kesedihan menghampiriku saat ini. “Sama seperti kamu, awan.” Ternyata aku tidak sendiri, ada awan yang sama denganku. Kami dilanda kesedihan.

Andai saja tetesan hujan dapat dihitung. Tapi siapa yang mau menghitung hujan? Hanya orang bodoh yang melakukan itu.

Kita takkan pernah tahu dengan pasti berapa tetesan hujan yang awan tumpahkan. Namun satu hal yang pasti, ketika kau pergi, kesedihanku sebanyak hujan.

“Dear hujan, kalau kau baik, tolong sampaikan salamku padanya”, bisikku.

Kau bisa lihat betapa sedihnya aku? Begitu berat melepasmu. Lihatlah keluar. Lihatlah derasnya hujan. Begitulah aku mencintaimu.

Bulan dan Bintang

Petang, fase sebelum malam. Fase yang kusukai. Fase yang kusenangi. Fase sebelum aku bertemu malam. Malam yang selalu kutunggu.
Saat dimana bintang dan bulan saling bercumbu, itulah malam. Aku suka melihat keakraban antara bulan dan bintang. Aku iri dengan mereka. Aku iri melihat kedekatan mereka. Aku iri melihat bulan yang selalu bermesraan bersama bintang.

Bintang yang selalu setia menemani bulan, begitupun sebaliknya. Itulah mengapa aku menyukai malam.

Andai aku dan kamu seperti bintang dan bulan. Kau bulan. Aku bintang. Bintang yang setia menemani bulan. Berdua. Bersama. Memberi keindahan di tengah gelapnya malam.

Tapi malam ini berbeda. Hujan yang membedakannya. Hujan yang turun malam ini membuatku tak bisa melihat kemesraan bulan dan bintang. “Di mana bulan? Di mana bintang? Hey hujan, apa kau menyembunyikan mereka?”, tanyaku. Tak kutemukan keriangan bulan dan bintang malam ini, yang ada hanyalah hujan.

Sama seperti aku. Aku yang tak lagi bersama bulan. Aku yang kehilangan bulan. Aku yang tak lagi memiliki bulan. Hujan memisahkan kita. Hujan yang diiringi badai dan ditemani angin kencang. Menciptakan sekat antara aku dan kamu. Antara bintang dan juga bulan.

Ternyata kemesraan bulan dan bintang tak abadi. Bintang terpisah dari bulan. Bulan entah kemana. Bulan pergi, menyisakan keindahan cahayanya di sekitar bintang. Ya, memang tak ada yang abadi. Termasuk kemesraan bulan dan bintang, juga tak abadi. Namun satu hal, kecintaan bintang terhadap bulan, itulah yang abadi. Sama seperti cintaku untukmu, bulanku.

Cantik itu munafik ?


Beberapa hari yang lalu saya mendapat pesan singkat (sms, red) dari salah seorang teman saya, lebih tepatnya dia itu senior saya di kampus. Isi sms itu seperti ini:

“Hy girls..
Ngerasa cantik? Oke oke, dengar yah..
Wanita cantik itu:
·      Tetap tertawa walau sebenarnya ia ingin menangis
·      Tetap tersenyum walau sebenarnya ia kecewa
·      Tetap kuat walau sebenarnya ia udah nggak sanggup lagi
·      Tetap semangat walau ia tertekan oleh masalah
·      Dan yang terpenting, tetap sabar dan memandang segalanya baik-baik saja walau sebenarnya ia telah terluka...
Nah,,, udah ngerasa cantik ?”


Setelah membaca sms ini, dalam benak saya muncul sebuah tanda tanya besar. 
“Berusaha menutupi kesedihan, kekecewaan, dan kerapuhan dengan suatu senyuman. Senyum yang dapat dikatakan sebagai suatu senyum palsu. Apa itu bukan salah satu contoh kemunafikan?”

“Jikalau yang dimaksudkan sebagai wanita cantik itu adalah wanita yang bersikap seperti apa yang terdapat dalam isi sms itu, lantas apa bedanya wanita cantik dengan seseorang yang munafik? Apakah cantik itu berarti munafik?”

Entah siapa yang bisa menjawabnya..

Senja di tepi pantai


Siang begitu cerah. 
Sang matahari begitu bersemangat memancarkan keceriaannya. Terik, amat terik. 
 
“Serasa menjadi sepotong daging barbeque yang dipanggang di atas bara api. Panas gilaaaa”

Waktu pun melangkah meninggalkan siang. Petang tiba. Semangat pancaran sinar sang matahari di siang tadi membuat sang senja hadir dengan amat cantiknya.

“Saya suka senja.”

Sisa-sisa pancaran sinar matahari. Matahari yang memancarkan sinar kecoklatan. Itulah senja. Itu yang saya suka. Terutama senja yang terlihat di tepi pantai. Ada rasa tersendiri yang tercipta dalam diri ini ketika dari tepi pantai saya dapat melihat matahari yang mulai tenggelam, berjalan masuk ke perut bumi, meninggalkan siang dan menjemput sang malam.

Dan kala itu, aku dapat melihat senja bersamamu.

Sembari menunggu sunset, kita berjalan menyusuri pantai. Bergandengan, berjalan dengan penuh cerita dan tawa. Berjalan hingga ke ujung pantai. Tak terasa, matahari yang awalnya masih terlihat sangat ceria, perlahan mulai menenggelamkan dirinya. 
“Saat yang kusuka tiba. SENJA.”

Senja kali ini begitu spesial. Begitu istimewa. Tak hanya karena aku melihatnya dari tepi pantai, tapi juga karena aku bisa menikmati indahnya senja bersamamu. Adakah yang lebih indah dari ini? Hmm...

Dermaga. Dermaga yang tersusun oleh tumpukan batu pantai. Itulah yang menjadi tempat kita menyaksikan keindahan senja. Senja di kala itu terlihat begitu indah, seindah aku memandang dirimu. Bercerita tentangmu, juga tentangku. Aku menatapmu. Kamu menatapku. Saling bertatapan, itulah kita. Tatapan itu menemani kita melihat sang senja yang begitu indah dan amat cantik. Mengiringi kepergian matahari, untuk menyambut sang malam.

Untukmu, mama..


Ketika di luar sana, banyak anak yang sibuk mempersiapkan kado spesial untuk ibunya di hari ibu, saya hanya diam di rumah, bersantai, dan menganggap tak ada yang spesial. 
 
Yep, saya bukanlah anak perempuan yang dapat dengan mudahnya menunjukkan rasa sayang kepada orang tua, terutama seorang ibu. Entah mengapa, kata-kata “Mah, selamat hari ibu. Ini kado untuk mama”, seperti yang biasa diucapkan kebanyakan anak ketika hari ibu tiba, sangat sulit untuk terucap olehku. Jangankan kata-kata seperti itu, bahkan ketika banyak anak yang dapat menunjukkan kasih sayang pada ibunya dengan kata-kata “I love you, Mom” pun sangat sulit kuucapkan secara langsung dihadapannya.

Segan? Malu? Mungkin. “I always spare my time with you, Mom, but I’m too shy to say I love you”. Saya tidak terbiasa untuk mengucapkan kata-kata sayang pada orang tua, sekalipun itu pada mama. Bahkan bermanja-manja dipangkuan dan dipelukan mama pun saya jarang melakukannya. Bukan karena mama tidak memanjakan aku, malah mama sering ingin menciumiku, memelukku, memanjakanku dipangkuannya, tapi saya yang menolaknya. “Saya bukan anak kecil lagi”, pikirku. Menurutku, hanya anak kecil yang bermanja-manja dipelukkan ibu. Ya, ini hanya sekedar opiniku semata. 

Seingat saya, setiap moment hari ibu tiba, jangankan menyiapkan kado, bahkan ucapan ‘selamat’ pun tidak saya berikan. Mungkin banyak yang berpikir dan berpendapat bahwa saya bukanlah anak yang baik, tidak berusaha menyenangkan hati seorang ibu. Terserah orang mau berpendapat seperti apa. Itu hak mereka. Dan inilah saya. Mereka tidak tahu saja bagaimana cara saya untuk membuat ibuku bangga memiliki anak seperti saya. 

“Mah, jangan mengharapkan kata-kata yang puitis keluar dari bibirku, karena itu sulit. Mungkin saat ini saya belum bisa membuatmu bangga, tapi saya berjanji, suatu saat nanti saya akan membuatmu bangga memilikiku.”

Saya memang tidak seperti anak-anak lain yang dapat secara langsung mengungkapkan cinta kasihnya pada ibu mereka, tapi yang perlu Mama tahu, in deep of my heart, I wanna say:
“Saya sangat mencintaimu, Mah..”

up